rumah adat sunda
May 1, 2012 20 Comments
rumah adat sunda
Sudah bukan rahasia lagi Nusantara tercinta ini kaya akan budaya, adat istiadat, sumber daya alam dan lainya. Tapi kalau kita mau jujur terkadang kita juga lupa budaya daerah, adat istiadat malah terkadang tidak tahu sama sekali. Seperti saya sendiri yang (tidak tahu) belum pernah melihat secara langsung rumah adat Sunda yang asli itu seperti apa ?
Di dorong rasa ingin tahu ahirnya mencoba mencari tahu. Tidaklah sulit untuk mencari tahu apa yang kita ingin tahu di jaman yang sudah canggih ini. Tinggal buka inet masuk google klik kata kunci, tab terbuka, silakan baca. Itu yang saya lakukan. Inilah hasil penelusuran mengenai Rumah Adat SUnda.
Rumah adat Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 m – 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Untuk rumah-rumah yang usianya sudah tua , tinggi kolong bisa mencapai 1,8 M. Kolong rumah biasanya di gunakan untuk mengikat binatang peliharaan, atau untuk menyimpan alat alat pertanian. Ketinggian rumah yang lumayan tinggi maka untuk bisa masuk ke dalam rumah di buatlah tangga yang di sebut golodog. Gologod terbuat dari kayu atau bambu, golodog juga berpungsi untuk membersihkan kaki sebelum masuk ke dalam rumah.
Rumah adat Sunda itu sendiri memiliki nama yang berbeda beda tergantung pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Ada atap yang bernama suhunan Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub, dan Buka Pongpok. Dari beberapa bentuk tadi, Jolopong adalah bentuk yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-daerah cagar budaya atau di desa-desa.
Bentuk Jolopong sendiri memiliki dua bidang atap. Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu
Ruang Jolopong terdiri atas ruang depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau patengahan; ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang terdiri atas dapur yang disebut pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut padaringan. Tepas pungsinya untuk menerima tamu. Waktu dulu tepas ini di biarkan kosong tanpa perabotan, baru jika ada tamu yang datang c mpunya rumah menggelar tikar.
Ruangan yang disebut emper berfungsi, untuk menerima tamu. Pada waktu dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau perabot rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk dan jika tamu datang barulah yang empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu.
Jika ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik masyarakat Jawa Barat ini ternyata memiliki pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara umum, nama suhunan rumah adat orang Sunda ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Hampir di setiap bangunan rumah adat Sunda sangat jarang ditemukan paku besi maupun alat bangunan modern lainnya. Untuk penguat antar-tiang digunakan paseuk (dari bambu) atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa, sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah menggunakan ijuk, daun kelapa, atau daun rumia. Sangat jarang menggunakan genting. Hal menarik lainnya adalah mengenai material yang digunakan oleh sang rumah itu sendiri. Pemakaian material bilik yang tipis dan lantai panggung dari papan kayu atau palupuh tentu tidak mungkin dipakai untuk tempat perlindungan di komunitas dengan peradaban barbar. Rumah di komunitas orang Sunda bukan sebagai benteng perlindungan dari musuh manusia, tapi semata dari alam berupa hujan, angin, terik matahari dan binatang.
Sumber : http://id.wikipedia.org
Artikel yang menarik…..mantap
terima kasih pak haji…
harus selalu dijaga biar ga diklaim lagi 🙂
betul gan,,, setuju..
repot tar kalau ada yang mengklaim lagi..
rumah gan Uy sendiri …kumaha nich…pake gaya sunda gag…? 😀
kagak gan Bensd,,, hanya ada saung ranggon saja di belakang rumah yang berdingding bilik beratap kiray…hehe
Trims gan, tulisannya sangat membantu aku untuk mengenal budaya sunda..
sama sama gan….
iya kuring oge kungsi nginep oge di imah
baraya Jay kang, imah na masih panggung,
resep wayah leutik lumpat – lumpat di
rohangan beralaskan kai, jadi lamun udag –
udagan sarua baraya Jay sada ricuh gebrag –
gebrog wkwk…
emang Jay ayeuna imah panggung geus jarang..
Jay ke mun ulin deui ka imah baraya Jay, ajak deui udag udagan di jero imah nyah !!! kahade weh ti poros…
hampir sama dg rumah jawa.. Hehe.
Jangan lupa mampir kesini..
sulitnya melupakan masa lalu
mungkin saja.. karena saling berdekatan…
oceh segera meluncur
iya, lumayan mirip 😀
hehe,, mirip apa mas ??
asri banget ya mas. . .
itu atapnya terbuat dari apa ya?
Gologod apakah sama dengan keset mas?
kalau emper tempatku itu teras mas. . kalau sunda menyebutnya tepas ya? 😉
maaf banyak tanya? 😀
ya mbak Id..
terbuat dari ijuk,,,
beda, golodog itu tangga di depan pintu untuk memudahkan yang mau masuk ke dalam rumah karena tinggi kolong rumah lumayan tinggi..
iya untuk rumah panggung..
gak apa apa hehe…
suka bangets rumah adat! keren! 🙂
bikin atuh Yish ….
satu lagi, rumah adat rata-rata tidak memiliki pagar. Beda dengan rumah orang jaman sekarang, pagarnya saingan tingginya. Diatasnya di kasih kawat pula
jaman dulu mungkin orangnya baek baek
iya benar saking tingginya pagar walaupun bertetangga tapi tak heran kalau tak saling kenal..